Tersangka kasus dugaan penyebaran kebencian Buni Yani dinilai memang dengan sengaja mengunggah dan menyebarkan video tersangka kasus dugaan penistaan agama, petahana Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) saat berpidato di Kepulauan Seribu.
Hal itu disampaikan oleh anggota tim kuasa hukum Polda Metro Jaya Kombes Pol Agus Rohmat di sela-sela sidang lanjutan praperadilan Buni Yani di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (16/12/2016), yang beragendakan keterangan saksi ahli dari pihak termohon dalam hal ini Polda Metro Jaya.
"Berdasarkan keterangan saksi ahli [ahli ITE dari Kemkominfo, Teguh Arifiyadi], ternyata setelah kami tunjukkan bukti, yaitu screenshoot posting-an video Ahok bahwa benar ini ada unsur menyebarkan ke ranah publik," kata Agus di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, seperti dikutip dari kantor berita Antara.
Selain itu, kata Agus, terdapat pula unsur komunikasi antara pengunggah dalam hal ini Buni Yani dengan beberapa nama di akun Facebook miliknya. "Di situ ada 41 tanya jawab dan tidak ada unsur disclaimer [menolak memberikan pendapat] oleh yang bersangkutan. Itu menunjukkan bahwa benar dia telah dengan sengaja mengunggah itu dan tersebar," tuturnya.
Ahli ITE Kemkominfo, lanjutnya, juga menjelaskan bahwa UU ITE dibuat untuk mengantisipasi jangan sampai ada yang salah dalam menggunakan informasi elektronik.
Ia juga menyinggung soal Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang ITE yang menyebutkan dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
"Itu juga dijelaskan oleh ahli bahwa yang bersangkutan dengan sadar memasukkan informasi berarti dia harus sadar bahwa kemungkinan ada dampaknya dan dengan tanpa hak dan tanpa kewenangannya yang bersangkutan itu tidak berwenang untuk mengunggah informasi tersebut," ucap Agus.
Sementara itu, Teguh Arifiyadi sendiri menyatakan unsur kesengajaan Buni Yani dalam menyebarkan video Ahok merupakan kewenangan majelis hakim.
"Yang bisa menyatakan terpenuhi atau tidak kan majelis hakim. Dari sisi ITE ketika orang mengakses itu merupakan bentuk kesengajaan tetapi saya tidak akan bilang bahwa ini memenuhi unsur kesengajaan dalam Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang ITE. Unsur kesengajaan terpenuhi ketika seseorang melakukan log in ke sebuah akun kemudian mem-posting suatu konten," ujarnya.
Seperti yang telah diketahui, Buni Yani mengajukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (5/12/2016). Gugatan praperadilan tersebut ditujukan kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri), Kapolda Metro Jaya, dan Dirkrimum Polda Metro Jaya dengan nomor registrasi 147/Pid.Prap/2016 PN Jakarta Selatan.
Polda Metro telah menetapkan Buni Yani sebagai tersangka karena melanggar Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman maksimal enam tahun penjara dan atau denda maksimal Rp1 miliar.
Hal itu disampaikan oleh anggota tim kuasa hukum Polda Metro Jaya Kombes Pol Agus Rohmat di sela-sela sidang lanjutan praperadilan Buni Yani di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (16/12/2016), yang beragendakan keterangan saksi ahli dari pihak termohon dalam hal ini Polda Metro Jaya.
"Berdasarkan keterangan saksi ahli [ahli ITE dari Kemkominfo, Teguh Arifiyadi], ternyata setelah kami tunjukkan bukti, yaitu screenshoot posting-an video Ahok bahwa benar ini ada unsur menyebarkan ke ranah publik," kata Agus di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, seperti dikutip dari kantor berita Antara.
Selain itu, kata Agus, terdapat pula unsur komunikasi antara pengunggah dalam hal ini Buni Yani dengan beberapa nama di akun Facebook miliknya. "Di situ ada 41 tanya jawab dan tidak ada unsur disclaimer [menolak memberikan pendapat] oleh yang bersangkutan. Itu menunjukkan bahwa benar dia telah dengan sengaja mengunggah itu dan tersebar," tuturnya.
Ahli ITE Kemkominfo, lanjutnya, juga menjelaskan bahwa UU ITE dibuat untuk mengantisipasi jangan sampai ada yang salah dalam menggunakan informasi elektronik.
Ia juga menyinggung soal Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang ITE yang menyebutkan dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
"Itu juga dijelaskan oleh ahli bahwa yang bersangkutan dengan sadar memasukkan informasi berarti dia harus sadar bahwa kemungkinan ada dampaknya dan dengan tanpa hak dan tanpa kewenangannya yang bersangkutan itu tidak berwenang untuk mengunggah informasi tersebut," ucap Agus.
Sementara itu, Teguh Arifiyadi sendiri menyatakan unsur kesengajaan Buni Yani dalam menyebarkan video Ahok merupakan kewenangan majelis hakim.
"Yang bisa menyatakan terpenuhi atau tidak kan majelis hakim. Dari sisi ITE ketika orang mengakses itu merupakan bentuk kesengajaan tetapi saya tidak akan bilang bahwa ini memenuhi unsur kesengajaan dalam Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang ITE. Unsur kesengajaan terpenuhi ketika seseorang melakukan log in ke sebuah akun kemudian mem-posting suatu konten," ujarnya.
Seperti yang telah diketahui, Buni Yani mengajukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (5/12/2016). Gugatan praperadilan tersebut ditujukan kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri), Kapolda Metro Jaya, dan Dirkrimum Polda Metro Jaya dengan nomor registrasi 147/Pid.Prap/2016 PN Jakarta Selatan.
Polda Metro telah menetapkan Buni Yani sebagai tersangka karena melanggar Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman maksimal enam tahun penjara dan atau denda maksimal Rp1 miliar.
0 Response to "Kuasa Hukum Polda Metro Sebut Buni Sengaja Sebar Video Ahok"
Posting Komentar